Jum’at siang (27/10), kami kelompok dua dari Fakultas Teknik
prodi informatika yang beranggotakan 6 orang, terjun ke Desa bonang kec. Panyingkiran kab. Majalengka, dimana desa tersebut jauh dari pusat kota. Namun kami gembira karena di desa tersebut masih terdapat sebuah pohon
beringin yang tampak indah. Dan merupakan salah satu lambang dari pancasilla.
SEJARAH SINGKAT DESA BONANG
Pada zaman dahulu penyebaran agama islam, ditanah jawa Sunan
Bonang dengan para pengikutnya istirahat dan tinggal di suatu tempat dan
bermusyawarah, Beliau duduk di sebuah batu yang sekarang disebut pencalikan
Sunan Bonang. Setelah tinggal beberapa lama ditempat tersebut, Sunan Bonang
beserta pengikutnya kembali ke Jawa Timur.
Namun ada salah seorang pengawalnya yang memohon izin untuk menetap di tempat tersebut yaitu “Embah Buyut Sepuh yang sekarang di sebut Embah Sepuh dan menetap sampai meninggal dunia di tempat tersebut yang makamnya di pemakaman pencalikan.
Namun ada salah seorang pengawalnya yang memohon izin untuk menetap di tempat tersebut yaitu “Embah Buyut Sepuh yang sekarang di sebut Embah Sepuh dan menetap sampai meninggal dunia di tempat tersebut yang makamnya di pemakaman pencalikan.
Pada masa itu Embah Sepuh memberi nama Bonang untuk tempat tinggal anak
cucunya karena mengenang Sunan Bonang
pernah singgah dan calik di tempat tersebut. (calik dalam bahasa sunda yang
artinya duduk)
Konon ada dua saudara Embah Sepuh yang mencarinya dari
kerajaan Mataram Raden Campadan Raden Mesir dan beliau meninggal dunia di
makamkan di Bonang yaitu pemakamannya Buyut Raden.(Versi 1, Wallauhu Alam)
Demikian dan pada abad ke-18 di daerah Majalengka hiduplah
seorang Ulama Islam bernama EMBAH SALAMUDIN beliau adalah seorang Wali yang
bijaksana, Masyarakat Majalengka menganggap sebagai sesepuh. Beliau dipercaya
menjadi penengah dalam suatu penyelesain dalam bidang agama,
kemasyarakatan, pertanian dan pemerintahan kala itu.
Pada suatu saat datanglah seorang utusan dari sebuah desa
terpencil, orang tersebut bernama EMBAH
DEMANG, beliau mempunyai masalah kesulitan air untuk pertanian. Utusan tersebut
menyatakan tentang daerahnya yang selalu tidak terbagi aliran air karena
lokasinya yang berada diujung barat.
Walaupun desa itu berada di tepi sungai Sungai Cilutung ternyata tidak
memanfaatkan air tersebut karena terlalu dalam untuk mencapai permukaannya.
Mendengar laporan tersebut Embah Salamudin segera melakukan
tapakur mohon petunjuk dari Allah SWT,
setelah bangun dari tapakurnya beliau mendapat wangsit, beliau segera berkata
“KEBO OGE MENANG” (Jangan kuatir, meskipun paling akhir akan mendapat air
juga).
Ucapan EMBAH SALAMUDIN ini kemudian menjadi patokan untuk
membuat nama desa tempat EMBAH DEMANG bermukin. Nama desa tersebut adalah
“BONANG” (dari ucapan kebo – kebo oge menang). Nama Bonang ini diperkenalkan
saat desa ini dibawah pemerintahan bapak kuwu SANDA (putra EMBAH DEMANG)
“Nama Bonang juga diambil
sehubungan pernah singgahnya SUNAN BONANG dan duduk di “BATU PANCALIKAN” dalam
rangka siar islam.
***
***
0 komentar:
Posting Komentar